Friday, February 21, 2014

Ibnu al-Jauzi (w. 597 H): Ulama Madzhab Hanbali Suka ke Kuburan Orang Shalih

Sumber: https://www.facebook.com/notes/hanif-luthfi/ibnu-al-jauzi-w-597-h-ulama-madzhab-hanbali-suka-ke-kuburan-orang-shalih/697284633669500



Tak bisa dipungkiri memang ada yang ke kuburan untuk mencari wangsit, meminta-minta ke orang mati. Kebanyakan memang orang awam. Tapi kalo ada anak ke sekolah, di sekolah kok ribut sendiri,  maka yang dilarang itu ributnya atau datangnya ke sekolah? Atau malah sekolahnya saja yang dibakar? Namanya juga anak-anak, harusnya kita ingatkan dengan baik.

Jika kita hidup di Indonesia, memang seolah yang suka sekali ke kuburan itu orang-orang yang kebetulan mengaku bermadzhab syafi’i. Maka, mereka sering disebut Kuburiyyun. Tapi jika kita baca literatur sejarah ulama masa lalu, tak hanya mereka yang mengaku bermadzhab Syafi’i saja yang rajin ke kuburan orang shalih. Bahkan ulama-ulama madzhab Hanbali juga rajin ke kuburan. Tak percaya? Kita baca salah satu cerita dibawah ini.

Ibnu al-Jauzi al-Hanbali (w. 597 H)

Sebut saja Ibnu al-Jauzi (w. 597 H). Beliau ini bukan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w. 751 H), meskipun keduanya termasuk ulama madzhab Hanbali.

Nama lengkap beliau adalah Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Ubaidullah al-Baghdadi al-Hanbali. Nasab beliau sampai kepada Shahabat Abu Bakar as-Shiddiq radhiyaAllahu anhu [1].

Beliau karangannya sangat banyak. Disebutkan bahwa karangannya sampai dua ratus lima puluhan judul. Diantara yang terkenal adalah Talbis Iblis, al-Maudhu’at, Shafwat as-Shafwah, Zaad al-Masir, Shaid al-Khathir, Minhaj al-Qashidin dan masih banyak lagi.

A.    Baliau dan Jama’ahnya Ziarah ke Kuburan Imam Ahmad bin Hanbal

Dalam kitab Dzail Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) menceritakan [2]; suatu ketika Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) berkata:

قال: وتكلمت في جامع المنصور هذه الأيام. فبات ليلته في الجامع خلق كثير. وختمت الختمات. واجتمع الناس بكثرة. فحرز الجمع بمائة ألف. وتاب خلق كثير. وقطعت شعورهم، ثم نزلت فمضيت إلى قبر أحمد. فتبعني خلق كثير حرزوا بخمسة آلاف

Saya berbicara di al-Jami’ (masjid) al-Manshur hari-hari ini. Banyak orang menginap disitu, mereka juga mengkhatamkan al-Qur’an berkali-kali. Orang-orang bertambah banyak, hingga sampai seratus ribuan orang. Banyak yang bertaubat disana. Lalu saya turun dari masjid dan menuju kuburan Imam Ahmad bin Hanbal. Orang-orang banyak yang mengikuti saya, sampai sekitar lima ribuan orang.

Beliau beserta sekitar 5 ribuan jama’ahnya ziarah ke makam Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) di Baghdad, di pekuburan Bab Harb di Daerah Harbiyyah. Kuburan Imam Ahmad ini memang banyak yang menziarahinya, sebagaimana dikatakan oleh sejarawan Ibnu Khallikan (w. 681 H) [3].

Hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa makam Imam Ahmad bin Hanbal memang diziarahi umat muslim, Imam Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) dan para jama’ahnya juga berziarah kesana.

B.     Jika Sedang Galau, Beliau ke Kuburan Orang Shalih

Dalam sebuah kitab beliau yang cukup terkenal; Shaidu al-Khathir beliau menuliskan saat beliau galau [4]:

وكثر ضجيجي من مرضي، وعجزت عن طب نفسي، فلجأت إلى قبور الصالحين، وتوسلت في صلاحي

Saya banyak mengeluh dari sakit. Saya merasa lemah terhadap kebaikan diri saya sendiri. Maka saya pun pergi ke kuburan orang-orang shalih. Saya bertawassul demi kebaikan saya.

Memang beliau ini sering ke kuburan orang-orang shalih untuk bertawassul demi kebaikan dirinya.

C.    Beliau Menganjurkan Untuk Sering ke Kuburan Orang-Orang Shalih

Tak hanya itu, beliau juga menganjurkan kepada orang lain untuk sering-sering ziarah ke kuburan orang-orang shalih. Beliau tuliskan dalam buku yang sama [5]:

وليجعل خلوته أنيسه، والنظر في سير السلف جليسه! ولتكن له وظيفة من زيارة قبور الصالحين والخلوة بها!

Dan sebaiknya seorang itu membiasakan diri menyendiri (khalwat), sering membaca teladan-teladan para ulama salaf. Sebaiknya seorang juga membiasakan diri untuk ziarah ke kuburan orang-orang shalih dan berkhalwat disana.

Disini saya tidak sedang mengarang, ini tulisan asli beliau di kitabnya. Jadi, memang membiasakan diri menziarahi kuburan orang shalih itu, tidak hanya tradisi dari kalangan yang mengaku bermadzhab syafi’i saja.

D.    Selepas Beliau Wafat, Banyak Orang yang Menginap di Kuburannya

Ad-Dzahabi (w. 748 H) menceritakan kejadian saat Imam Ibnu al-Jauzi (w. 579 H) wafat [6]:

وأنزل في الحفرة، والمؤذن يقول: الله أكبر، وحزن عليه الخلق، وباتوا عند قبره طول شهر رمضان يختمون الختمات، بالشمع والقناديل

Jenazah Imam Ibnu al-Jauzi di turunkan ke liang lahat. Saat muadzin bertakbir “Allahu akbar”, banyak orang yang bersedih. Mereka menginap di kuburannya sepanjang bulan ramadhan. Mereka mengkhatamkan al-Qur’an disana dengan diterangi lilin dan lampu teplok.

Jadi, menginap di kuburan untuk baca al-Qur’an itu tak hanya tradisi ke-Indonesia-an saja. Di Baghdad abad ke-6 Hijriyyah pun sudah ada. Bahkan yang melakukannya bukanlah mereka yang mengaku bermadzhab syafi’i, tetapi Hanbali.

E.     Maktabah Syamilah tidak Beres?

Entah disengaja atau tidak, dua kata [قبور الصالحين] dalam kitab Shaidu al-Khathir karya Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) hal. 93 dan 426, pada Maktabah Syamilah versi 3.51 dirubah menjadi [قبول الصالحين], dirubah ra’nya menjadi lam. Tentunya maknanya menjadi sangat beda.

Husnuddzannya barangkali salah ketik saja. Tetapi jika salah ketik, kenapa sampai dua kali salahnya. waAllahu a’lam.

Ketika Ibnu Taimiyyah al-Harrani Wafat (w. 728 H)

Hal yang lebih menarik malah ketika Ibnu Taimiyyah al-Harrani wafat. Ibnu Katsir (w. 774 H) menceritakan dengan panjang lebar kejadian-kejadian yang terjadi saat Ibnu Taimiyyah wafat, dalam kitabnya al-Bidayah wa an-Nihayah. InsyaAllah akan kita ceritakan pada kesempatan yang lain.

Terkait ziarah ke kuburan Ibnu Taimiyyah (w. 728 H), Ibnu Katsir menuliskan [7]:

وتردد الناس إلى قبره أياما كثيرة ليلا ونهارا يبيتون عنده ويصبحون

Orang-orang banyak yang berziarah ke kuburannya (Ibnu Taimiyyah) selama beberapa hari, siang dan malam, bahkan banyak yang menginap disana.

Sebenarnya, mau ke kuburan atau tidak itu terserah saja silahkan. Toh, kemusyrikan tak hanya ada di kuburan saja. Justru sekarang kemusyrikan menjelma dalam bentuk lain. Banyak penyembah harta, penyembah atasan, penyembah kecantikan, penyembah ketenaran. Malahan untuk menyadarkannya, haruslah dengan banyak-banyak ingat kematian. Semoga kita semua dikumpulkan bersama-sama orang shalih nanti di akhirat.

Untuk lebih serunya, mungkin bisa dibaca di kitab ar-Ruh karya Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah al-Hanbali (w. 751 H) atau kitab Ahwal al-Qubur karya Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H). waAllahu a'lam bisshawab.

Footnote:

[1] Ad-Dzahabi Syamsuddin Abu Abdillah (w. 748 H), Siyar A’lam an-Nubala’, (Muassasah ar-Risalah, 1405 H), hal. 21/ 365

[2] Ibnu Rajab Zainuddin Abdurrahman al-Hanbali (w. 795 H), Dzail Thabaqat al-Hanabilah, (Riyadh: Maktabah al-Ubaikan, 1425 H), hal. 2/ 464

[3] Ibnu Khallikan al-Barmaki al-Irbili Ahmad bin Muhammad, Wafayat al-A’yan, (Bairut: Daar as-Shadir, 1900 M), hal. 1/ 66

[4] Ibnu al-Jauzi Jalamuddin Abu al-Faraj (w. 597 H), Shaidu al-Khathir, (Damaskus, Daar al-Qalam, 1425 H), hal. 93

[5] Ibnu al-Jauzi Jalamuddin Abu al-Faraj (w. 597 H), Shaidu al-Khathir, hal. 426

[6] Ad-Dzahabi Syamsuddin Abu Abdillah (w. 748 H), Siyar A’lam an-Nubala’, hal. 21/ 379

[7] Ibnu Katsir Abu al-Fida’ Ismail bin Umar (w. 774 H), al-Bidayah wa an-Nihayah, (Bairut: Daar al-Fikr, 1407 H), hal. 14/ 136